Translate

Selasa, 05 Mei 2015

Dayuhan wan Intingan (Kalimantan Selatan)


Tari Perang

Legenda Dayuhan dan Intingan dianggap benar-benar pernah terjadi, masyarakat Dayak Orang Bukit di Kalimantan mempercayai akan hal itu. Legenda ini adalah kisah tentang dua orang kakak beradik. Kakaknya bernama Dayuhan dan adiknya Intingan. Mereka bertempat tinggal di gunung. Dayuhan si kakak, tetap berada di sekitar ladangnya, sedangkan Intingan gemar menjelajah lembah-lembah di ujung sungai. Hal ini dilakukan apabila musim tuai telah rampung dan padi sudah dirimpung (dimasukkan ke dalam lumbung).

Suatu hari si Intingan minta izin kepada kakaknya untuk berpergian agak jauh dan agak lama. Dengan membawa sebilah mandau (parang Dayak) di pinggang dan sebuah butah (keranjang rotan yang dibawa di punggung), berisi beberapa ruas lemang, berangkatlah ia menyusuri sungai dan lembah menuju ke dataran rendah.

Setelah berjalan berhari-hari dan berminggu-minggu lamanya, sampailah ia di muara sebuah sungai. Di sana dijumpainya banyak orang yang berpakaian bagus, tidak seperti dia yang hanya mengenakan cawat dari kulit kayu. Orang di sana menanam padi di sawah, tidak seperti mereka di gunung. Mereka bahuma (berladang) sehingga mereka harus selalu berpindah-pindah tempat untuk bertanam.

Intingan lama berdiam di muara itu. Lambat laun ia meninggalkan adat lamanya dan beristrikan pula seorang wanita dari daerahnya yang baru. Bersama anak istrinya, ia tidak lagi tinggal di balai (rumah panjang), melainkan di rumah sendiri.
Intingan seorang yang rajin. Ia beternak babi, ayam, dan itik di dalam kandang. Lama-kelamaan di Intingan teringat pula juga kepada kakaknya, si Dayuhan. Ia pulang ke gunung menemui kakaknya dan menceritakan betapa senangnya dan ramainya hidup di muara. Si Dayuhan tertarik juga akan kehidupan di muara itu sehingga Dayuhan ikut adiknya hidup di sana.
Namun, karena sifatnya tidak sesuai dengan kehidupannya yang baru, ia pun tidak betah. Ia segera memutuskan untuk kembali ke gunung. Hewan peliharaan yang dibawanya dari daerah muara seperti ayam, itik, babi, sapi, dan kerbau, setibanya di rumahnya di gunung, segera dilepaskannya, tidak dimasukkan ke dalam kandang. Dari semua binatang peliharaan itu, hanya ayam yang tetap gemar hidup di sekitar rumah tuannya. Itik, sapi, dan kerbau mati semuanya. Hanya babi sajalah yang dapat berkembang biak di dalam hutan menjadi babi hutan.

Dayohan inilah kemudian menurunkan Orang Bukit di daerah pegunungan Meratus. Jika mereka hendak mengadakan kenduri, mereka terpaksa harus terlebih dahulu berburu babi hutan. Sebaliknya, Intingan menurunkan orang-orang yang mendiami dataran rendah dan disebut sebagai Orang Dagang. Oleh karena kedua suku bangsa ini keturunan dua saudara kandung, Orang Bukit memanggil Orang Dagang dengan sebutan dangsanak, yang berarti saudara kandung.
***

Sumber:
http://www.trub.us/2012/12/legenda-dayohan-dan-intingan.html
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Sahabat Dunia Maya

Bergabung Bersama Kami

- Copyright © PendidikanDasar.net -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -