Pada abad ke-14 di Kecamatan Kalua, Kabupaten Tabalong hidup seorang
Datu yang bernama Kartamina. Menurut sahibul hikayat beliau berasal dari
keturunan Raja Gagalang Kalua. Beliau mempunyai watak pemberani dan
agak liar. Kebiasaan beliau adalah suka merendam kaki ke air.
Datu Kartamina mempunyak kesaktian bisa menciptakan buaya dengan merubah
batang korek api menjadi buaya. Korek api itu beliau ambil sebatang dan
diletakkan di telapak tangan kanan sambil mulut komat-kamit membaca
mantra :
Oh, Gusti di alam hening
Hamba bermohon dengan bening
Ubahlah bilah ini menjadi buaya kuning
Bernyawa
Berenang-renang Menjaga keamanan
Selanjutnya
beliau pejamkan mata beberapa lama sementara mulut terus berkomat-kamit,
maka batang korek api itupun berubah menjadi buaya, mula-mula kecil
seperti cecak kemudian akan menjadi besar apabila dimasukan ke dalam
sungai.
Selain itu Datu
Kartamina bisa mengubah diri menjadi buaya kuning. Kalau sudah menjadi
buaya, beliau berdiam didasar sungai dan sesekali timbul ke permukaan
sungai. Kalau buaya itu timbul di permukaan sungai orang-orang yang
melihatnya akan merasa ketakutan karena bentuknya tidak seperti buaya
kebanyakan, bentuk buaya kuning ini besar seperti pohon aren (enau)
sangat menyeramkan.
Jika beliau
ingin kembali menjadi manusia, kelihatanlah air sungai beriak-beriak dan
berbuih tebal, kemudian muncul buaya kuning dipermukaan sungai dan
terus naik ke darat kemudian buaya kuning itu lambat laun berubah
kembali menjadi manusia seperti sedia kala.
Datu Kartamina
bersahabat dengan Raja dari Kerajaan Negara Dipa, Amuntai. Karena saking
akrabnya mereka sering bertemu dan bercengkrama, terkadang Datu
Kartamina datang ke Amuntai untuk bertemu dan terkadang Raja Negara Dipa
yang datang ke Kalua.
Suatu hari sang
raja datang berkunjung ke Kalua untuk melepas rindu pada sahabatnya
Datu Kartamina karena lebih kurang dua bulan tidak bertemu, setelah tiba
dirumah Datu Kartamina, sang raja mengetuk pintu rumahnya, namun
setelah diketuk beberapa kali tetap tidak ada jawaban maka sang raja
bertanya kepada tetangga disebelah rumah Datu Kartamina. Oleh tetangga
di sebelah rumah beliau berkata bahwa tadi beliau sedang berada di
sungai.
Sang Raja
berjalan menuju ke sungai sebagaimana yang telah dikatakan oleh tetangga
Datu Kartamina namun tidak menemukannya. Lalu sang raja
berteriak-teriak memanggil sahabatnya tersebut dari pinggir sungai.
“Kartamina …! Kartamina … ! dimana kau ? aku sahabatmu ingin bertemu” kata sang raja.
Setelah
beberapa kali berteriak memanggil, tak lama kemudian air disungai
dihadapan sang raja menjadi beriak-riak dan berbuih tebal, kemudian
muncullah buaya kuning yang menyeramkan sebesar pohon enau. Melihat
pemandangan yang ada di hadapannya sang raja terkejut dan takut yang
luar biasa.
Sebelum Datu
Kartamina tidak mengatakan kepada temannya bahwa ia smart buaya menjadi
kuning, belum lagi kejutan yang hilang dan takut, raja telah menyerang
lagi dengan suara-suara buaya yang memanggil nama-nya.
“Jangan takut sahabatku, akulah Kartamina yang kau cari” kata buaya itu.
Setelah naik ke
darat berubahlah buaya kuning itu menjadi Datu Kartamina yang asli.
Sejak kejadian itu sang raja semakin senang bersahabat dan bergaul
dengan Datu Kartamina sang raja pun sangat menghormati Datu Kartamina.
Kenapa di Kalua disambat Padang Buaya?
Menurut
kepercayaan orang bahari dan sampai wahini pun bahwa di kalua ada
kerajaan besar para buhaya mahluk halus yang dipimpin oleh Raja Datu Abi
atau Raju Datu Banyu yang ada dialam sana, alam sebelah kita, yang kada
kawa kita lihat dengan mata telanjang biasa. mungkin hanya orang hawas
yang memiliki ilmu gaib haja nang kawa malihat dan mengetahuinya
keberadaannya, memang sebagian orang di kalua datu nini bahari bagaduhan
buhaya jadi-jadian, tapi bukan berarti sabarataan orang dikalua nang
bagaduhan nya.
Menurut dadangaran kisah, apabila sang ampunnya ada acara
besar atau hajatan besar seperti kawinan dll, maka buaya tadi harus di
bari makani (diberi sesajen) dengan melabuh saurang kasungai, yang
penulis tahu salah satu sesajennya hintalo dan lakatan masak, misalnya
kada ingat mambarimakani, maka ujar orang gaduhan buaya ngintu tadi bisa
mamingit anak cucu yang manggaduhnya.
Manurut kisah
apabila sudah begaduhan maka akan diturunkan tarus manarus manggaduhnya
ka anak lalakian selanjutnya turun temurun. Jadi ngintu tupang
paninggalan orang Kalua bahari, nang sampai wahini masih ada
keberadaannya di tengah masyarakat Kalua.
Sumber:
http://www.infopublik.asia/2016/03/cerita-datu-sakti-dari-kalua-abad-ke-14.html
Image:
http://just-blogspot.blogspot.co.id/2012/06/orang-ini-mampu-menjinakkan-buaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar